Rabu, 05 Desember 2012

ETIKA BISNIS DALAM ISLAM Sistem bisnis kapitalis, komunis dan sosialis telah menyebabkan kebangkrutan ekonomi dunia baik di Timur maupun di Barat. Indikasi dari kebangkrutan tersebut adalah semakin membengkaknya jumlah pengangguran dimana2, jumlah orang miskin dari hari ke hari terus meningkat. Negara2 Ketiga semakin terjerat hutang dan jatuh dalam krisis ekonomi yang berkepanjangan sebagaimana yang terjadi di negeri ini. Penyebab dari semua kebangkrutan ini adalah karena bisnis yang mereka jalankan hanya berorientasikan keuntungan materi semata tanpa menghiraukan nilai2 luhur yang sesuai fitrah insani. Islam sebagai agama rahmatan lil 'alamin memberikan solusi terbaik yang akan menyelamatkan manusia dari keterpurukannya. Islam menawarkan konsep bisnis yang bersih dari berbagai perbuatan kotor dan tercela juga sebuah konsep yang memiliki visi yang jauh ke depan. Sehingga bila konsep bisnis Islam diterapkan, maka mungkin saja keuntungan yang akan diperoleh relatif kecil bila dibandingkan dengan menggunakan konsep2 yang lain. Namun sesungguhnya tidaklah seperti itu karena keuntungan yang diperoleh adalah keuntungan yang penuh barakah yang akan membawa kebaikan di dunia dan akhirat. Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, perbankan dan sarana komunikasi, maka pola bisnis pun mengalami perkembangan yang begitu pesat. Namun Islam sebagai agama universal dan menyeluruh akan tetap memberikan jawaban atas semua permasalahn yang dihadapi para pelaku bisnis di lapangan. Masalahnya maukah kita merujuk pada ajaran Islam, lalu menerapkannya dalam kehidupan nyata. Buku "Etika Bisnis dalam Islam" mengupas dengan jelas semua etika yang harus diperhatikan oleh semua pelaku bisnis, sehingga bisnis mereka merupakan bisnis yang bersih dan barakah serta menjadi bagian dari bentuk ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala PENULIS : Dr. Mustaq Ahmad
PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS 1. LINGKUNGAN BISNIS YANG MEMPENGARUHI PERILAKU ETIKA Lingkungan bisnis yang mempengaruhi etika adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro. Lingkungan makro yang dapat mempengaruhi kebiasaan yang tidak etis yaitu bribery, coercion, deception, theft, unfair dan discrimination. Maka dari itu dalam perspektif mikro, bisnis harus percaya bahwa dalam berhubungan dengan supplier atau vendor, pelanggan dan tenaga kerja atau karyawan. 2. KESALING - TERGANTUNGAN ANTARA BISNIS DAN MASYARAKAT. Dikutip dari blog salah seorang mahasiswi bernama fika amalia menyatakan bahwa “Bisa jadi masyarakat beranggapan bahwa berbisnis tidak perlu menggunakan etika, karena urusan etika hanya berlaku di masyarakat yang memiliki kultur budaya yang kuat. Ataupun etika hanya menjadi wilayah pribadi seseorang. Tetapi pada kenyataannya etika tetap saja masih berlaku dan banyak diterapkan di masyarakat itu sendiri. Bagaimana dengan di lingkungan perusahaan? Ada banyak interaksi antar pribadi maupun institusi yang terlibat di dalamnya. Dengan begitu kecenderungan untuk terjadinya konflik dan terbukanya penyelewengan sangat mungkin terjadi. Baik dalam tataran manajemen ataupun personal dalam setiap team maupun hubungan perusahaan dengan lingkungan sekitar. Untuk itu etika ternyata diperlukan sebagai kontrol akan kebijakan, demi kepentingan perusahaan itu sendiri Oleh karena itu kewajiban perusahaan adalah mengejar berbagai sasaran jangka panjang yang baik bagi masyarakat.” Contoh kecilnya saja misalnya, ketika suatu perusahaan hendak mendirikan suatu usaha maka sebagai pemilik perusahaan yang beretika haruslah menyertakan bukti persetujuan warga sekitar atas rencana pendirian suatu usaha yang akan di bangun disekitar lingkungan warga tersebut. Apabila warga sekitar tidak menyetujui atas rencana pendirian usaha tersebut, maka perusahaan tidak dapat didirikan di lingkungan tersebut. Kalaupun dipaksakan untuk didirikan, maka selain pendiri usaha tersebut tidak beretika juga status pendirian tersebut bisa dikatakan ilegal. Tentu hal ini sangat merugikan perusahaan, terutama perusahaan yang telah go publik, karena mencerminkan tidak adanya etika yang baik dalam melakukan usahanya. Dan masih banyak contoh lainnya lagi. 3. KEPEDULIAN PELAKU BISNIS TERHADAP ETIKA. Setuju dengan yang dikatakan Fika(2012) bahwa “Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda.” Contoh lain misalkan saja, pelaku bisnis yang membuang limbahnya di lingkungan sekitar. Sebagai pelaku bisnis yang baik tentu harus memiliki AMDAL. Atau bisa dikatakan, pembuangan sampah yang dilakukan tidak merusak lingkungan. Hal ini tentu karena besarnya kepedulian pelaku bisnis terhadap etika. Khususnya etika terhadap lingkungan. Pelaku bisnis harus tetap menjaga lingkungannya, agar tidak merusaknya dan mengganggu kesehatan warga sekitar yang berada disekitarnya. Misalkan dengan aroma limbah yang membahayakan bagi kesehatan warga sekitar, ini harus di cegah oleh pelaku bisnis, bagaimana caranya agar usaha yang dijalankan tidak merugikan banyak pihak. Dengan begitu, bisa dikatakan bahwa pelaku bisnis memiliki kepedulian bisnis terhadap etika. 4. PERKEMBANGAN DALAM ETIKA BISNIS Di akui bahwa sepanjang sejarah kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis dapat dikatakan seumur dengan bisnis itu sendiri. Perbuatan menipu dalam bisnis , mengurangi timbangan atau takaran, berbohong merupakan contoh-contoh kongkrit adanya hubungan antara etika dan bisnis. Namun denikian bila menyimak etika bisnis sperti dikaji dan dipraktekan sekarang, tidak bisa disangkal bahwa terdapat fenomena baru dimana etika bisnis mendapat perhatian yang besar dan intensif sampai menjadi status sebagai bidang kajian ilmiah yang berdiri sendiri. Masa etika bisnis menjadi fenomena global pada tahun 1990-an, etika bisnis telah menjadi fenomena global dan telah bersifat nasional, internasional dan global seperti bisnis itu sendiri. Etika bisnis telah hadir di Amerika Latin , ASIA, Eropa Timur dan kawasan dunia lainnya. Di Jepang yang aktif melakukan kajian etika bisnis adalah institute of moralogy pada universitas Reitaku di Kashiwa-Shi. Di india etika bisnis dipraktekan oleh manajemen center of human values yang didirikan oleh dewan direksi dari indian institute of manajemen di Kalkutta tahun 1992. Di indonesia sendiri pada beberape perguruan tinggi terutama pada program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah etika isnis. Selain itu bermunculan pula organisasi-organisasi yang melakukan pengkajian khusus tentang etika bisnis misalnya lembaga studi dan pengembangan etika usaha indonesia (LSPEU Indonesia) di Jakarta. 5. ETIKA BISNIS DAN AKUNTAN Fika Amalia dalam blognya berpendapat bahwa “Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; a. Kompetensi b. Objektif dan c. Mengutamakan integritas. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan bahwa, bisnis tidak memerlukan etika.” Dari penjelasan dari Fika tersebut tentu yang kita harapkan adalah pelaku bisnis dapat memiliki etika apapun profesinya atau usahanya. Hal ini demi berjalannya dengan baik kesinambungan anatara masyarakat, usaha dan alam. Seseorang yang memiliki etika yang baik, maka tidak akan merugikan orang lain, kecuali atas ketidaksengajaan. Harapan penulis, semoga kita generasi penerus memiliki etika dalam hal apapun, dimanapun dan untuk kepentingan apapun.
Manfaat Menerapkan Etika Bisnis Bagi Perusahaan Etika dibutuhkan dalam bisnis ketika manusia mulai menyadari bahwa kemajuan dalam bidang bisnis justru telah menyebabkan manusia semakin tersisih nilai-nilai kemanusiaannya (humanistic). Sehingga, di kalangan pelaku bisnis muncul mitos bahwa bisnis adalah bisnis. Bisnis hanyalah mengabdi pada keuntungan sebanyak-banyaknya (profit oriented). Dalam kaitan ini Richard T De George (1986) menyebutnya sebagai mitos bisnis amoral. Telah bergulir suatu image, bahwa bisnis tidak boleh (jangan) dicampuradukkan dengan moral. Karena tuntutan publik dan hukum itulah, maka bisnis saat ini harus memberlakukan “being ethical and social responsibility”. Dengan berlaku etis dan mempunyai tanggung jawab sosial, bisnis akan langgeng dan akan terjadi hubungan jangka panjang dengan pelanggan, pemasok, dan pihak lainnya. Pelanggan akan membeli produk sebuah perusahaan yang mempunyai reputasi terbaik dalam tanggung jawab sosial bilamana kualitas, pelayanan, dan harga sama di antara para pesaing. Etika bisnis mempunyai pengaruh lebih luas daripada peraturan formal. Melanggar atau melupakan masalah etika akan menghancurkan kepercayaan. Kegiatan untuk mencari etika bisnis tersebut menyangkut empat macam kegiatan, yaitu: 1. Menerapkan prinsip-prinsip etika umum pada khususnya atau praktek-praktek khusus dalam bisnis menyangkut apa yang dinamakan meta-etika. 2. Menyoroti moralitas sistem ekonomi pada umumnya serta sistem ekonomi suatu negara pada khususnya. 3. Meluas melampaui bidang etika 4. Menelaah teori ekonomi dan organisasi. Seperti yang kita ketahui bahwa dunia etika adalah dunia filsafat, nilai dan moral. Sedangkan dunia bisnis adalah dunia keputusan dan tindakan. Etika berkenaan dengan persoalan baik atau buruk, sedangkan bisnis adalah dunia konkrit dan harus mewujudkan apa yang telah diputuskan. Hakikat moral adalah tidak merugikan orang lain. Artinya moral senantiasa bersifat positif atau mencari kebaikan. Dengan demikian sikap dan perbuatan dalam konteks etika bisnis yang dilakukan oleh semua orang yang terlibat, akan menghasilkan sesuatu yang baik atau positif, bagi yang menjalankannya maupun bagi yang lain. Sikap dan perbuatan yang seperti itu tidak akan menghasilkan situsai “win-lose”, tetapi akan menghasilkan situasi “win-win”. Apabila moral adalah nilai yang mendorong seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesutau, maka etika adalah rambu-rambu atau patokan yang ditentukan oleh pelaku atau kelompoknya. Karena moral bersumber pada budaya masyarakat, maka moral dunia usaha nasional tidak bisa berbeda dengan moral bangsanya. Moral pembangunan haruslah juga menjadi moral bisnis pengusaha Indonesia. Selain itu, etika bisnis juga membatasi keuntungan, sebatas tidak merugikan masyarakat. Kewajaran merupakan ukuran yang relatif, tetapi harus senantiasa diupayakan. Etika bisnis bisa mengatur bagaimana keuntungan digunakan. Meskipun keuntungan merupakan hak, tetapi penggunaannya harus pula memperhatikan kebutuhan dan keadaan masyarakat sekitar. Jadi etika bisnis yang didambakan bagi para pelaku usaha tidak akan dipraktikkan dengan sendirinya oleh kalangan dunia usaha tanpa adanya “aturan main” yang jelas bagi dunia usaha itu sendiri. Jika tidak menjalankan etika bisnis, taruhannya adalah reputasi dan kepercayaan, sedangkan dalam berbisnis kedua hal tersebut merupakan faktor utama. Hal ini sejalan dengan tanggung jawab sosial perusahaan yang dapat menjaga kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Karena Etika bisnis merupakan pola bisnis yang tidak hanya peduli pada profitabilitasnya saja, tapi juga memperhatikan kepentingan stakeholder-nya. Etika bisnis tidak bisa terlepas dari etika personal, keberadaan mereka merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dan keberadaannya saling melengkapi. Memahami teori etika pada dasarnya berguna untuk merumuskan dan mengambil nilai-nilai kebenaran, yang oleh individu ataupun masyarakat menjadi dasar bertindak. Tetapi, di sisi lain, pemahaman terhadap etika bisa juga berfungsi untuk menggeledah nilai-nilai kebenaran yang selama ini dianggap sudah mapan. Apapun fungsinya yang diambil, pastilah akan menemukan kenyataan bahwa nilai-nilai kebenaran itu ternyata beragam. Oleh karena itu maka manusia diharapkan dapat bijaksana dalam menerapkan ragam kebenaran secara profesional. Sehingga dalam dunia bisnis, otonomi, aspek kebebasan dan tanggung jawab menjadi titik pangkal dan landasan operasi bagi bisnis. Hal tersebut tentunya dilakukan prakteknya menggunakan etika dalam berbisnis sebagaimana mestinya, karena semua itu berhubungan dengan manusia baik secara individual maupun kelompok dalam hal ini terjadi interaksi antar manusia dalam berbisnis. Atas dasar itu, etika dan tanggung jawab sosial sudah menjadi bagian dari proses perencanaan strategis perusahaan. Bahkan beberapa perusahaan terkemuka sekarang ini sudah mempunyai Code of Conduct dan juga sudah mempunyai kode etika perusahaan yang dipatuhi oleh semua karyawan. Sebagai proses, sistem, struktur, dan aturan yang memberikan suatu nilai tambah bagi perusahaan good coporate governance memiliki prinsip- prinsip sebagai berikut : a. Fairness (keadilan) Keadilan adalah kesetaraan perlakuan dari perusahaan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan kriteria dan proporsi yang seharusnya. Dalam hal ini ditekankan agar pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan terlindungi dari kecurangan dan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh orang dalam. b. Transparency (keterbukaan) Transparasi adalah keterbukaan dalam melaksanakan suatu proses kegiatan perusahaan. Pengungkapan informasi kinerja perusahaan baik ketepatan waktu maupun akurasinya (keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan, pengawasan, keadilan, kualitas, standarisasi, efisiesi waktu dan biaya). Dengan transparasi pihak-pihak yang terkait akan dapat melihat dan memehami bagaimana suatu perusahaan dikelolah. c. Accauntability (akuntabilitas) Akuntabilitas adalah pertanggung jawaban atas pelaksanaan fungsi dan tugas-tugas sesuai wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ perusahaan termasuk pemegang saham. Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan menyiapkan laporan keuangan dengan tepat pada waktunya dan dengan cara yang tepat mengembangkan komite audit dan resiko yang mengandung fungsi pengawasan oleh dewan komisaris, mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan fungsi internal audit sebai mitra bisnis strategik berdasarkan best parctice bukan sekedar audit.